Skip to content

MENCARI FORMAT KONSOLIDASI RMP INDONESIA PADA MASA TRANSISI

(Seri II Proposal Rekonsolidasi dan internalisasi keorganisasian RMP)

Sosialisasi menjadi konotasi yang berhubungan erat dengan keadaan politik elektoral, bertujuan untuk memenangkan Pasangan Calon (Paslon), banyak ditemui istilah atau kalimat seperti sosialisasi calon, sosialisasi program Paslon dan sosialisasi tatap muka Paslon.

Organisasi yang dibangun dengan maksud memenangkan Paslon menganggap konsolidasi internal adalah bentuk sosialisasi: mengumpulkan orang, ceramah hal-hal positif, mengubar janji, tanya jawab dan diakhiri dengan kalimat motivasi.

Setelah berakhir masa waktu Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), konsolidasi organisasi kehilangan bentuk dan isiannya. Relawan Merah Putih (RMP) Indonesia salah satunya.

Kalau tidak berbenah dan menanggalkan bentuk konsolidasi seperti itu, ia akan tetap memelihara pendekatan top-down keorganisasian serta patronase di internal.

Pendekatan top-down dan patronase di internal adalah batu sandungan menuju ormas RMP Indonesia yang inklusif dan modern.

2022 merupakan tempo transisi bagi RMP Indonesia, internalisasi menyeluruh harus diterima oleh segenap pengurus tingkat Kabupaten sampai tim 25–struktur lama maupun baru, orang lama maupun orang baru. Dari organisasi adhoc menuju organisasi pemberdayaan.

Dua hal pokok konsolidasi dilakukan pada masa transisi.

Pertama, wilayah yang dianggap terbangun karena suasana Pilgub (Kabupaten Parigi Moutong, Kota Palu, Kabupaten Sigi dan Kabupaten Donggala) diperlakukan sama dengan daerah yang telah terbangun struktur RMP setelah Pilgub ke dalam bentuk konsolidasi internal, menitikberatkan pendidikan anggota dan pejabaran program keorganisasian serta rencana tindak lanjut bersama Koordinator Kabupaten, Kecamatan, Desa dan tim 25.

Kedua, pembebanan rekruitmen anggota baru pada program sosial, pemberdayaan dan koperasi (bisnis to bisnis).

Pendidikan anggota RMP dengan porsi lebih pada kegiatan konsolidasi tidak bisa dimaknai seperti keumuman dilakukan oleh organisasi ekstra kampus mahasiswa, atau pola pendidikan orang dewasa yang mengandalkan monologis. Lebih tepat untuk RMP terhadap pendidikan anggota adalah tematik, singkat, padat dan straik pada poin manegemen organisasi.

Keanggotaan RMP begitu cair, satu-satunya yang mengikat anggota dengan organisasi adalah romantika Pilgub, semua program dan rekruitmen anggota diabdikan pada pencoblosan Paslon. Ini masih tersisa dan mayoritas, sehingga pendidikan anggota tidak menggunakan tehknis akademik yang canggih, peserta pendidikan dianggap murid dan tempat pelaksanaan dianggap ruang kelas.

Pelaksanaan pendidikan yang terkesan seperti lembaga pendidikan formal akan menimbulkan kebosanan dan tidak meninggalkan kesan mendalam bagi pesertanya.

Konsolidasi organisasi dengan isian pendidikan, wadah evaluasi dan penjabaran program sosial-pemerdayaan pada masa transisi bukan trial and error, lebih kepada triger terhadap pemahaman perubahan organisasi dan menstimulan program organisasi yang digerakan anggota paling bawah.

Oleh: Adi Prianto (Wakil Ketua Bidang Pendidikan dan Organisasi RMP Pusat)